TAFSIR SURAT
الـمطففين
(Orang-Orang yang Curang)
Surat Makkiyah, Surat ke 83: 36 Ayat
Surat Makkiyah, Surat ke 83: 36 Ayat
Imam Ibnu Katsir
asy-Syafi'i رحـمه الله
QS. AL-MUTHAFFIFIIN 1-6
Ancaman terhadap orang yang curang dalam
menakar dan menimbang
menakar dan menimbang
"Dengan
menyebut Nama Allah Yang Mahapemurah lagi Mahapenyayang."
وَيْلٌ
لِلْمُطَفِّفِينَ. الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا
عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ. وَإِذَا كَالُوهُمْ
أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ. أَلا يَظُنُّ
أُولَئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ. لِيَوْمٍ
عَظِيمٍ. يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ
الْعَالَمِينَ.
Kecelakaan
besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang
lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka
menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu yakin bahwa sesungguhnya
mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang
besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri
menghadap Rabb semesta alam? (QS. Al-Muthaffifiin/83: 1-6)
* * *
An-Nasa-i dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas,
dia menceritakan bahwa setelah Nabi صلى الله عليه وسلم sampai di Madinah, mereka (penduduk di sana) adalah
orang yang paling buruk dalam hal timbangan, sehingga Allah Ta'ala menurunkan
ayat: وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِينَ
"Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang."
Oleh karena itu, mereka pun memperbaiki timbangan setelah itu. Dan yang
dimaksud dengan at-tathfiif disini
adalah kecurangan dalam timbangan dan takaran, baik dengan menambah jika minta
timbangan dari orang lain, maupun mengurangi jika memberikan timbangan kepada
mereka. Oleh karena itu, Allah menafsirkan al-muthaffifin sebagai
orang-orang yang Dia janjikan dengan kerugian dan kebinasaan, yaitu al-wail
(kecelakaan besar), dengan firman-Nya ini, الَّذِينَ
إِذَا اكْتَالُواْ عَلَى النَّاسِ "(Yaitu) orang-orang yang apabila menerima
takaran dari orang lain," yakni dari orang-orang, يَسْتَوْفُونَ "Mereka minta dipenuhi," yaitu mereka
mengambil hak mereka secara penuh dan bahkan berlebih. وَإِذَا
كَالُوهُمْ أَو وَّزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ "Dan
apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka
mengurangi."
Yakni, mereka mengurangi. Dan pendapat yang terbaik menjadikan كَالُو dan وَزَنُو sebagai muta'addi dan هُمْ menempati nashab. Dan ada juga di antara para ahli
tafsir yang menjadikan هُمْ sebagai dhamir untuk mempertegas dhamir yang
tidak terlihat kata كَالُو
dan وَزَنُو dan maf’ul (obyek)
dihilangkan untuk menunjukkan pembicaraan padanya. Dan keduanya mempunyai makna
yang berdekatan. Di mana Allah Ta'ala telah memerintahkan untuk menimbang dan
menakar secara sempurna, Dia berfirman:
وَأَوْفُوا
الْكَيْلَ إِذَا كِلْتُمْ وَزِنُوا بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيمِ ذَلِكَ خَيْرٌ
وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا
"Dan sempurnakanlah takaran apabila
kamu menakar dan timbanglah dengan neraca yang benar. Yang demikian itulah yang
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."(QS. Al-Israa'/17:
35).
Dan
Allah Ta'ala telah membinasakan kaum Nabi Syu'aib dan menghancurkan mereka
karena mereka telah berbuat curang kepada orang lain dalam hal timbangan dan
takaran. Kemudian Dia berfirman seraya mengancam mereka, أَلَا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُم مَّبْعُوثُونَ. لِيَوْمٍ
عَظِيمٍ
"Tidakkah
orang-orang itu yakin bahwa
sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar?" Maksudnya,
apakah orang-orang itu tidak merasa takut akan hari kebangkitan dan berdiri di
antara Rabb yang mengetahui segala yang rahasia dan tidak tampak, pada hari
yang sangat mengerikan, banyak hal yang menakutkan, dan banyak pula hal yang
menyeramkan. Orang yang merugi pada hari itu akan dimasukkan Neraka yang sangat
panas?
Dan
firman Allah Ta'ala, يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ
الْعَالَمِينَ
"(Yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Rabb semesta
alam." Maksudnya, mereka berdiri dalam keadaan bertelanjang kaki dan
tidak berbusana, tidak pula disunat, dalam keadaan yang sangat sulit, menyusahkan,
lagi sempit, bagi orang-orang yang suka berbuat dosa, dan atas perintah Allah
mereka akan dicekam oleh berbagai hal yang dapat melemahkan kekuatan dan indera
mereka. Imam Malik meriwayatkan dari Nafi' dari Ibnu 'Umar, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم
bersabda:
يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ حَتَّى
يَغِيْبَ أَحَدُهُمْ فِي رَشْحِهِ إِلَى
أَنْصَافِ أُذُنَيْهِ
"Pada hari ummat manusia berdiri
menghadap kepada Rabb seru sekalian alam, sehingga ada salah seorang di antara
mereka yang tenggelam dalam keringatnya sampai pertengahan dua
telinganya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
QS. AL-MUTHAFFIFIIN 7-17
Keadaan orang-orang
yang durhaka ketika hari kiamat
كَلا
إِنَّ كِتَابَ الْفُجَّارِ لَفِي سِجِّينٍ. وَمَا
أَدْرَاكَ مَا سِجِّينٌ. كِتَابٌ مَرْقُومٌ. وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِلْمُكَذِّبِينَ. الَّذِينَ يُكَذِّبُونَ بِيَوْمِ الدِّينِ. وَمَا يُكَذِّبُ بِهِ إِلا كُلُّ مُعْتَدٍ أَثِيمٍ. إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِ آيَاتُنَا قَالَ أَسَاطِيرُ
الأوَّلِينَ.كَلا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ
مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ. كَلا إِنَّهُمْ عَنْ
رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ. ثُمَّ
إِنَّهُمْ لَصَالُو الْجَحِيمِ. ثُمَّ يُقَالُ
هَذَا الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ تُكَذِّبُونَ.
Sekali-kali jangan curang, karena sesungguhnya kitab
orang yang durhaka tersimpan dalam sijjin.
Tahukah kamu apakah sijjin itu? (Ialah) kitab
yang bertulis. Kecelakaan yang besarlah pada
hari itu bagi orang-orang yang mendustakan,
(yaitu) orang-orang yang mendustakan hari pembalasan.
Dan tidak ada yang mendustakan hari pembalasan itu melainkan setiap orang yang
melampui batas lagi berdosa, yang apabila
dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, ia berkata: "Itu adalah dongengan
orang-orang terdahulu." Sekali-kali tidak
(demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka. Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu
benar-benar terhalang dari (melihat) Rabb mereka.
Kemudian, sesungguhnya mereka benar-benar masuk Neraka.
Kemudian, dikatakan (kepada mereka): "Inilah adzab yang dahulu selalu kamu
dustakan."
(QS. Al-Muthaffifiin/83: 7-17)
* * *
Dengan haq, Allah Ta'ala telah berfirman, كَلَّا
إِنَّ كِتَابَ الفُجَّارِ لَفِي سِجِّينٍ "Sesungguhnya kitab orang yang durhaka tersimpan dalam sijjin." Maksudnya,
sesungguhnya tempat kembali dan tempat tinggal mereka adalah Neraka Sijjin.
Kata Sijjiin merupakan wazan fa'iil dari kata as-sijn
yang berarti tempat yang sempit.
Sebagaimana muncul kata fasiiq, syariib dan lain-lain
semisalnya. Oleh karena itu urusannya menjadi besar, di mana Allah Ta'ala
berfirman: وَمَا أَدْرَاكَ مَا سِجِّينٌ "Tahukah kamu apakah sijjin itu?" Maksudnya, hal
itu merupakan suatu masalah yang sangat besar, penjara yang kekal abadi dan
adzab yang sangat pedih. Kemudian ada beberapa orang yang mengemukakan: "Sijjin
itu berada di lapisan bumi ketujuh." Dan yang benar, kata sijjin
itu diambil dari kata as-sijn yang berarti tempat yang sempit (penjara).
Karena setiap makhluk ciptaan yang berada lebih rendah maka akan lebih sempit,
dan setiap yang lebih tinggi akan lebih luas. Masing-masing dari tujuh lapis
langit lebih luas dan lebih tinggi daripada yang berada di bawahnya. Demikian
juga bumi, di mana setiap lapisan lebih luas daripada lapisan yang lebih rendah
sehingga sampai pada lapisan yang paling bawah dan tempat yang paling sempit
sampai ke pusat di pertengahan bumi yang ketujuh, yang menyatukan kesempitan
dan bagian bawah, sebagaimana yang difirmankan Allah Ta'ala,
وَإِذَا
أُلْقُوا مِنْهَا مَكَاناً ضَيِّقاً مُقَرَّنِينَ دَعَوْا هُنَالِكَ ثُبُوراً
"Dan
apabila mereka dilemparkan ke tempat yang sempit di Neraka itu dengan dibelenggu,
mereka di sana mengharapkan kebinasaan." (QS. Al-Furqaan/25:
13).
Dan
firman-Nya lebih lanjut, كِتَابٌ مَّرْقُومٌ "Kitab
yang bertulis." Penggalan ayat ini bukan merupakan penafsiran bagi
firman-Nya: وَمَا أَدْرَاكَ مَا سِجِّينٌ "Tahukah
kamu apakah Sijjin itu?" Melainkan ia merupakan penafsiran bagi apa
yang telah dituliskan bagi mereka berupa tempat kembali ke Neraka Sijjin,
yakni tercatat dan tertulis, tidak ada pengurangan atau pe-nambahan di dalamnya
bagi seorang pun. Demikian yang dikemukakan oleh Muhammad bin Ka'ab al-Qurazhi.
Kemudian
Allah Ta'ala berfirman, وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِّلْمُكَذِّبِينَ "Kecelakaan
yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan," yakni jika
mereka pada hari Kiamat kelak digiring menuju kepada apa yang telah dijanjikan
oleh Allah bagi mereka yang berupa Sijjin dan adzab yang menghinakan.
Selanjutnya,
Allah Ta'ala berfirman seraya menjelaskan orang-orang yang mendustakan, jahat
lagi kafir, الَّذِينَ يُكَذِّبُونَ بِيَوْمِ الدِّينِ "(Yaitu)
orang-orang yang mendustakan hari pembalasan." Maksudnya
mereka tidak mempercayai kejadian hari pembalasan itu dan tidak pula meyakini
keberadaannya serta menilainya sebagai sesuatu yang tidak mungkin terjadi.
Allah Ta'ala berfirman, وَمَا يُكَذِّبُ بِهِ إِلَّا كُلُّ
مُعْتَدٍ أَثِيمٍ "Dan tidak
ada yang mendustakan hari pembalasan itu melainkan setiap orang yang melampui
batas lagi berdosa." Yakni, melampaui batas dalam tindakannya dalam
melakukan berbagai larangan dan berlebihan dalam menjalankan berbagai hal yang
dibolehkan. Sedangkan orang yang berdosa dalam ucapannya adalah: jika
berbicara, dia berbohong, jika berjanji, dia tidak menepati, jika bertengkar
dia berbuat jahat.
Dan
firman Allah Ta'ala, إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِ آيَاتُنَا
قَالَ أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ
"Yang
apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, ia berkata: 'Itu adalah dongengan orang-orang
terdahulu.'"
Maksudnya, jika dia mendengar firman-firman Allah Ta'ala yang disampaikan
melalui Rasul-Nya, maka dia mendustakan dan memberikan prasangka buruk
terhadapnya, sehingga dia berkeyakinan bahwa hal tersebut hanya dibuat-buat,
kumpulan dari buku-buku cerita orang-orang terdahulu.
Allah
Ta'ala berfirman, كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِم
مَّا كَانُوا يَكْسِبُونَ
"Sekali-kali
tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati
mereka."
Maksudnya, masalahnya tidak seperti apa yang mereka anggap dan tidak pula
seperti yang mereka katakan bahwa al-Qur-an itu hanya cerita-cerita orang-orang
terdahulu semata, tetapi ia merupakan firman Allah Ta'ala sekaligus wahyu yang
diturunkan kepada Rasul-Nya صلى الله
عليه وسلم. Adapun yang menutup hati
mereka dari keimanan adalah noda hitam yang telah memenuhi hati mereka karena
banyaknya dosa dan kesalahan.
Ibnu
Jarir, at-Tirmidzi, an-Nasa-i, dan Ibnu Majah telah meriwayatkan dari Abu
Hurairah, dari Nabi صلى الله عليه
وسلم, di mana beliau bersabda:
إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا أَذْنَبَ ذَنْبَا كَانَتْ نُكْتَةٌ
سَوْدَاءُ فِي قَلْبِهِ فَإِنْ تَابَ مِنْهَا صَقَلَ قَلْبُهُ فَإِنْ
زَادَ زَادَتْ
"Sesungguhnya jika seorang hamba
melakukan suatu perbuatan dosa, maka akan muncul di dalam hatinya satu noda
hitam. Jika dia bertaubat dari perbuatan itu, maka hatinya akan menjadi jernih,
tetapi jika dia menambah perbuatan itu, maka akan bertambah pula noda
itu."
Dan itulah makna firman Allah Ta'ala: كَلَّا
بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِم مَّا كَانُوا يَكْسِبُونَ "Sekali-kali
tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati
mereka."
At-Tirmidzi
mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Al-Hasan al-Bashri
mengemukakan: "Noda hitam itu adalah tumpukan dosa atas dosa sehingga
menutupi seluruh bagian hati yang akhirnya membuat hati itu mati."
Dan
firman Allah Ta'ala, كَلَّا إِنَّهُمْ عَن رَّبِّهِمْ
يَوْمَئِذٍ لَّمَحْجُوبُونَ "Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada
hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Rabb mereka." Maksudnya
pada hari Kiamat kelak, mereka mempunyai satu kedudukan dan menempati Sijjin.
Kemudian dengan itu pula pada hari Kiamat kelak mereka akan terhalang dari
melihat Rabb, Pencipta mereka. Imam Abu 'Abdillah asy-Syafi'i mengatakan bahwa
di dalam ayat ini terdapat dalil yang menunjukkan bahwa orang-orang mukmin itu
dapat melihat Allah عزّوجلّ pada hari itu." Apa yang dikemukakan oleh Imam asy-Syafi'i رحمه الله
itu dalam puncak kebaikan. Dan itulah penggunaan dalil dengan pemahaman ayat
ini. Sebagaimana yang ditunjukkan di dalam firman Allah Ta'ala ini:
وُجُوهٌ
يَوْمَئِذٍ نَّاضِرَةٌ. إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
"Wajah-wajah (orang-orang mukmin)
pada hari itu
berseri-seri. Kepada Rabb-nyalah
mereka melihat." (QS. Al-Qiyaamah/75: 22-23).
Dan sebagaimana hal itu telah ditunjukkan oleh beberapa hadits shahih lagi
mutawatir mengenai penglihatan orang-orang mukmin terhadap Rabb mereka di alam
akhirat kelak, yaitu penglihatan dengan pandangan mata di pelataran hari Kiamat
dan di taman-taman Surga.
Dan firman Allah Ta'ala, ثُمَّ إِنَّهُمْ
لَصَالُوا الْجَحِيمِ "Kemudian,
sesungguhnya mereka benar-benar masuk Neraka." Maksudnya, selain
mereka diharamkan melihat Rabb Yang Mahapemurah, mereka juga termasuk dalam
penghuni Neraka. ثُمَّ يُقَالُ هَذَا الَّذِي كُنتُم بِهِ
تُكَذِّبُونَ
"Kemudian, dikatakan (kepada mereka): 'Inilah adzab
yang dahulu selalu kamu dustakan.'" Yakni,
hal itu akan dikatakan kepada mereka dengan maksud mencaci, menjelekkan,
merendahkan dan menghina mereka.
QS. AL-MUTHAFFIFIIN 18-28
Keadaan orang-orang
yang berbakti
kepada Allah ketika hari kiamat
kepada Allah ketika hari kiamat
كَلا
إِنَّ كِتَابَ الأبْرَارِ لَفِي عِلِّيِّينَ. وَمَا
أَدْرَاكَ مَا عِلِّيُّونَ. كِتَابٌ مَرْقُومٌ. يَشْهَدُهُ الْمُقَرَّبُونَ.
إِنَّ الأبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ. عَلَى الأرَائِكِ
يَنْظُرُونَ. تَعْرِفُ فِي وُجُوهِهِمْ نَضْرَةَ
النَّعِيمِ. يُسْقَوْنَ مِنْ رَحِيقٍ مَخْتُومٍ. خِتَامُهُ مِسْكٌ وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ. وَمِزَاجُهُ مِنْ تَسْنِيمٍ.
عَيْنًا يَشْرَبُ بِهَا الْمُقَرَّبُونَ.
Sekali-kali tidak,
sesungguhnya kitab orang-orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam
kenikmatan yang besar (Surga), Tahukah kamu
apakah 'Illiyyin itu? (Yaitu) kitab
yang bertulis, yang disaksikan oleh
Malaikat-Malaikat yang didekatkan (kepada Allah).
Sesungguhnya orang-orang yang berbakti itu dalam kenikmatan yang besar (Surga), mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang. Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan
hidup mereka yang penuh kenikmatan. Mereka minum
dari khamr murni yang dilak (tempatnya), laknya
adalah kesturi; dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba. Dan campuran khamr murni itu adalah dari tasnim, (yaitu) mata
air yang minum daripadanya orang-orang yang didekatkan
kepada Allah.
(QS. Al-Muthaffifiin/83: 18-28)
* * *
Allah
Ta'ala berfirman dengan sesungguhnya, bahwa kitab orang-orang yang berbuat baik
yang mereka merupakan lawan bagi orang-orang jahat, berada di dalam 'Illiiyyin.
Dengan pengertian bahwa tempat kembali mereka adalah 'Illiyyiin, yaitu lawan
dari Sijjin. 'Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas mengenai firman-Nya: كَلَّا إِنَّ كِتَابَ الْأَبْرَارِ لَفِي
عِلِّيِّينَ "Sekali-kali
tidak, sesungguhnya kitab orang-orang yang berbakti itu benar-benar berada
dalam kenikmatan yang besar (Surga)," yaitu Surga. Dan dalam riwayat
al-'Aufi, juga dari Ibnu 'Abbas, yakni amal perbuatan mereka tercatat di langit
di sisi Allah. Demikian pula yang dikemukakan oleh adh-Dhahhak. Yang jelas
bahwa kata 'Illiyyiin itu terambil dari kata al-'uluww, di mana
setiap kali sesuatu itu naik dan meninggi maka akan semakin besar dan luas.
Oleh karena itu, Allah Ta'ala berfirman seraya mengagungkan masalahnya dan
membesarkan keadaannya, وَمَا أَدْرَاكَ مَا عِلِّيُّونَ "Tahukah
kamu apakah 'Illiyyin itu?"
Selanjutnya,
Dia berfirman seraya menegaskan mengenai apa yang telah dituliskan bagi mereka,
كِتَابٌ مَّرْقُومٌ. يَشْهَدُهُ الْمُقَرَّبُونَ "(Yaitu)
kitab yang bertulis, yang disaksikan
oleh Malaikat-Malaikat yang didekatkan (kepada Allah)." Yaitu para
Malaikat. Demikian yang dikemukakan oleh Qatadah. Sedangkan al-'Aufi
meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas: "Dari setiap langit disaksikan oleh setiap
yang mendekatkan diri."
Kemudian
Allah Ta'ala berfirman, إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِي
نَعِيمٍ "Sesungguhnya
orang-orang yang berbakti itu dalam kenikmatan yang besar." Yakni pada
hari Kiamat kelak mereka berada dalam kenikmatan yang abadi dan Surga yang di
dalamnya terdapat
karunia yang
menyeluruh. عَلَى الْأَرَائِكِ "Diatas dipan-dipan."
Kata al-'araa-iq berarti tempat tidur, dari balik kelambu mereka
memandang. Ada juga yang menyatakan: "Maksudnya mereka melihat kerajaan
mereka dan segala sesuatu yang telah diberikan Allah kepada mereka, yaitu
berupa kebaikan dan anugerah yang tidak akan pernah berkurang, serta tidak akan pernah akan habis.
Dan ada pula yang berpendapat, makna firman-Nya, عَلَى
الْأَرَائِكِ يَنظُرُونَ "Mereka duduk di atas dipan-dipan sambil
memandang," yakni memandang kepada Allah عزّوجلّ.
Dan itu jelas merupakan kebalikan dari apa yang disifati oleh Allah Ta'ala bagi
orang-orang yang berbuat jahat itu, كَلَّا إِنَّهُمْ
عَن رَّبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَّمَحْجُوبُونَ "Sekali-kali tidak,
sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Rabb
mereka." (QS. Al-Muthaffifin: 15). Lalu Allah menceritakan mengenai
mereka (orang-orang yang berbuat baik) bahwa mereka diperbolehkan untuk melihat
Allah عزّوجلّ
di atas ranjang dan tempat tidur mereka.
Dan
firman Allah Ta'ala selanjutnya, تَعْرِفُ فِي
وُجُوهِهِمْ نَضْرَةَ النَّعِيمِ "Kamu
dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan hidup mereka yang penuh
kenikmatan."
Maksudnya jika kamu melihat wajah mereka, niscaya kamu akan menyaksikan
kesenangan hidup mereka yang penuh kenikmatan, yaitu sifat-sifat kemewahan,
kemuliaan, kebahagiaan, kehormatan dan kepemimpinan, yang padanya mereka
benar-benar berada dalam kenikmatan yang sangat luar biasa agungnya.
Dan
firman-Nya lebih lanjut, يُسْقَوْنَ مِن رَّحِيقٍ
مَّخْتُومٍ "Mereka
minum dari khamr murni yang dilak," yakni mereka diberi minum dari
khamr Surga. Ar-Rahiq merupakan salah satu nama minuman khamr. Demikian yang
dikemukakan oleh Ibnu Mas'ud, Ibnu 'Abbas, Mujahid dan al-Hasan. Dan mengenai
firman-Nya, خِتَامُهُ مِسْكٌ "Laknya adalah kesturi,"
Ibnu Mas'ud mengatakan: "Yakni dicampuri dengan minyak kesturi."
Sedangkan al-'Aufi meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas: "Allah telah membuat
baik minuman khamr itu bagi mereka, yang ia merupakan sesuatu yang paling akhir
dipersembahkan yang ditutup lagi dengan minyak kesturi juga." Adapun
Ibrahim dan al-Hasan mengemukakan: خِتَامُهُ مِسْكٌ maksudnya adalah
kesudahannya adalah minyak kesturi."
Dan
firman-Nya, وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ
الْمُتَنَافِسُونَ
"Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang
berlomba-lomba." Maksudnya, dalam kondisi seperti itu, hendaklah
orang-orang saling membanggakan diri, bermewah-mewah dan memperbanyak, serta
berlomba-lomba untuk meraih apa yang telah diperoleh orang-orang terdahulu.
Firman
Allah Ta'ala, وَمِزَاجُهُ مِن تَسْنِيمٍ "Dan
campuran khamr murni itu adalah dari tasnim," maksudnya campuran
minuman ar-rahiq ini adalah apa yang disebut dengan tasnim, yaitu
salah satu minuman yang diberi nama tasnim, yang ia merupakan minuman yang
paling mulia lagi paling tinggi bagi para penghuni Surga. Demikian yang
dikatakan oleh Abu Shalih dan adh-Dhahhak. Oleh karena itu, Dia berfirman, عَيْناً يَشْرَبُ بِهَا الْمُقَرَّبُونَ "(Yaitu) mata air yang minum
dari padanya orang-orang yang didekatkan kepada Allah," yaitu minuman
yang diminum oleh orang-orang yang didekatkan kepada Allah secara murni (tanpa
campuran_Pent), dan diminum oleh Ash-haabul Yamiin (orang-orang yang
menerima catatan amal dengan tangan kanan) dengan dicampur minuman lain.
Demikianlah yang dikemukakan oleh Ibnu Mas'ud, Ibnu 'Abbas, Masruq, Qatadah,
dan lain-lain.
QS. AL-MUTHAFFIFIIN 29-36
Ejekan-ejekan
terhadap orang-orang mukmin
di dunia dan balasannya di akhirat
di dunia dan balasannya di akhirat
إِنَّ
الَّذِينَ أَجْرَمُوا كَانُوا مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا يَضْحَكُونَ. وَإِذَا مَرُّوا بِهِمْ يَتَغَامَزُونَ. وَإِذَا انْقَلَبُوا إِلَى أَهْلِهِمُ انْقَلَبُوا
فَكِهِينَ. وَإِذَا رَأَوْهُمْ قَالُوا إِنَّ
هَؤُلاءِ لَضَالُّونَ. وَمَا أُرْسِلُوا
عَلَيْهِمْ حَافِظِينَ. فَالْيَوْمَ الَّذِينَ
آمَنُوا مِنَ الْكُفَّارِ يَضْحَكُونَ.عَلَى
الأرَائِكِ يَنْظُرُونَ. هَلْ ثُوِّبَ الْكُفَّارُ
مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ.
Sesungguhnya orang-orang yang berdosa adalah mereka
yang dahulunya (di dunia) menertawakan orang-orang yang beriman. Dan apabila orang-orang yang beriman, lalu di
hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya. Dan apabila orang-orang berdosa itu kembali kepada kaumnya,
mereka kembali dengan gembira. Dan apabila
mereka melihat orang-orang mukmin, mereka mengatakan: "Sesungguhnya mereka
itu benar-benar orang-orang yang sesat,"
padahal orang-orang yang berdosa itu tidak dikirim untuk penjaga bagi
orang-orang mukmin. Maka pada hari ini,
orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir,
mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang.
Sesungguhnya orang-orang kafir telah diberi ganjaran terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.
(QS. Al-Muthaffifiin/83: 29-36)
* * *
Allah
Ta'ala menceritakan tentang orang-orang yang berbuat dosa, di mana ketika masih
di dunia mereka menertawakan orang-orang yang beriman seraya menghinakannya, di
mana jika mereka melalui orang-orang mukmin maka mereka saling
mengedip-ngedipkan matanya, dengan pengertian menghinakan mereka. وَإِذَا انقَلَبُواْ إِلَى أَهْلِهِمُ انقَلَبُواْ فَكِهِينَ "Dan apabila orang-orang berdosa itu
kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira." Maksudnya,
ketika orang-orang yang berbuat dosa itu kembali ke rurnah-rumah mereka,
maka mereka akan kembali dalam keadaan senang gembira. Artinya, apapun yang
mereka cari pasti mereka mendapatkannya. Meski demikian mereka tidak mensyukuri
nikmat yang telah dikaruniakan kepada mereka, bahkan mereka justru sibuk
menghina dan dengki kepada orang-orang mukmin. وَإِذَا
رَأَوْهُمْ قَالُوا إِنَّ هَؤُلَاء لَضَالُّونَ "Dan apabila mereka melihat
orang-orang mukmin, mereka mengatakan: 'Sesungguhnya mereka itu benar-benar
orang-orang yang sesat.'" Maksudnya, karena mereka berada dalam agama
yang bukan agama mereka.
Allah
Ta'ala berfirman, وَمَا أُرْسِلُوا عَلَيْهِمْ
حَافِظِينَ "Padahal
orang-orang yang berdosa itu tidak dikirim untuk penjaga bagi orang-orang
mukmin." Maksudnya, orang-orang yang berbuat dosa itu tidak dikirim
untuk menjaga orang-orang mukmin, baik itu menyangkut amal perbuatan, ucapan
maupun segala
sesuatu yang dibebankan kepada mereka. Lalu untuk apa mereka menyibukkan diri
mengawasi dan memfokuskan pandangan mereka kepada orang-orang mukmin? Oleh
karena itu, Allah Ta'ala berfirman, فَالْيَوْمَ "Maka pada
hari ini" yakni hari
Kiamat, الَّذِينَ آمَنُواْ مِنَ الْكُفَّارِ
يَضْحَكُونَ "Orang-orang
yang beriman menertawakan orang-orang kafir." Sebagai balasan atas
perbuatan mereka yang menertawakan orang-orang mukmin: عَلَى الْأَرَائِكِ يَنظُرُونَ "Mereka (duduk) di atas
dipan-dipan sambil memandang." Yakni melihat kepada Allah عزّوجلّ,
dalam rangka menangkis orang-orang yang menganggap bahwa mereka (orang-orang
mukmin) itu sebagai orang yang sesat, padahal mereka itu bukanlah orang-orang
yang sesat, tetapi mereka itu termasuk dari wali-wali Allah yang didekatkan
kepada-Nya dan melihat langsung kepada-Nya di alam yang penuh kemuliaan-Nya.
Dan
firman Allah Ta'ala, هَلْ ثُوِّبَ الْكُفَّارُ مَا كَانُوا
يَفْعَلُونَ "Sesungguhnya
orang-orang kafir telah diberi ganjaran terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan." Maksudnya,
apakah orang-orang kafir itu akan diberi ganjaran (atau tidak) atas apa yang
telah mereka lakukan terhadap orang-orang mukmin berupa caci maki dan
penghinaan? Artinya, mereka telah diberi balasan dengan balasan yang paling
lengkap lagi paling sempurna.
No comments:
Post a Comment