TAFSIR
SURAT
الإنشقاق
(T e r b e l a h)
Surat Makkiyah, Surat ke 84: 25 Ayat
Surat Makkiyah, Surat ke 84: 25 Ayat
Imam
Ibnu Katsir asy-Syafi'i رحـمه الله
Publication : 1436
H_2015 M
Tafsir Surat Al-Insyiqaaq ( Terbelah)
Oleh : Imam Ibnu Katsir asy-Syafi'i رحـمه الله
Disalin dari Tafsir Ibnu
Katsir Jilid 8 hal 430-436 Terbitan Pustaka Imam Syafi'i Jakarta,
Download ± 900 eBook dari www.ibnumajjah.com
Download ± 900 eBook dari www.ibnumajjah.com
Imam Malik meriwayatkan dari 'Abdullah bin Yazid, dari Abu Salamah bahwa
Abu Hurairah رضي الله عنه pernah membaca dalam shalat bersama mereka, إِذَا السَّمَاء انشَقَّتْ "Apabila langit terbelah," lalu ia
sujud. Setelah
selesai, Abu Hurairah memberitahu mereka bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم pernah bersujud karena membacanya.
Demikian yang diriwayatkan oleh Muslim dan an-Nasa-i.
Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Rafi', dia berkata: "Aku pemah
mengerjakan shalat al-Atamah bersama Abu Hurairah, lalu dia membaca: إِذَا السَّمَاء انشَقَّتْ 'Apabila langit terbelah,' lalu ia sujud, maka kutanyakan kepadanya (mengapa melakukan sujud?).
maka dia menjawab: 'Aku pernah sujud di
belakang Abul Qasim صلى الله عليه وسلم dan aku masih terus sujud karenanya sampai mati.
QS. AL-INSYIQAAQ 1-15
-
Orang-orang mukmin
menerima catatan amal mereka dari sebelah kanan dan akan melewati hisab yang
mudah
-
Orang-orang durhaka
menerima catatan amal mereka dari belakang dan mereka akan dimasukkan ke Neraka
"Dengan menyebut Nama Allah Yang
Mahapemurah lagi Mahapenyayang."
إِذَا السَّمَاءُ انْشَقَّتْ.
وَأَذِنَتْ لِرَبِـّهَا وَحُقَّتْ. وَإِذَا الأرْضُ مُدَّتْ. وَأَلْقَتْ مَا فِيهَا
وَتَـخَلَّتْ. وَأَذِنَتْ لِرَبِّهَا وَحُقَّتْ. يَا أَيُّهَا الإنْسَانُ إِنَّكَ كَادِحٌ
إِلَى رَبِّكَ كَدْحًا فَمُلاقِيهِ. فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ.
فَسَوْفَ يُـحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا. وَيَنْقَلِبُ إِلَى أَهْلِهِ مَسْرُورًا. وَأَمَّا
مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ. فَسَوْفَ يَدْعُو ثُبُورًا. وَيَصْلَى سَعِيرًا.
إِنَّهُ كَانَ فِي أَهْلِهِ مَسْرُورًا. إِنَّهُ ظَنَّ أَنْ لَنْ يَحُورَ. بَلَى إِنَّ
رَبَّهُ كَانَ بِهِ بَصِيرًا.
Apabila langit terbelah, dan patuh
kepada Rabb-nya, dan sudah semestinya langit itu patuh, apabila
bumi diratakan, dan memuntahkan apa yang ada di dalamnya dan menjadi kosong,
dan patuh
kepada Rabb-nya, dan sudah semestinya bumi itu patuh, (pada
waktu itu manusia akan mengetahui akibat perbuatannya).
Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja sungguh-sungguh menuju Rabb-mu,
maka pasti
kamu akan menemui-Nya. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah
kanannya, maka ia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, dan dia akan
kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira. Adapun orang
yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak: "Celakalah
aku." Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (Neraka).
Sesungguhnya dia dahulu (di dunia) bergembira di kalangan kaumnya (yang
sama-sama kafir). Sesungguhnya dia yakin bahwa dia sekali-kali tidak akan
kembali (kepada Rabb-nya). (Bukan demi\dan),yang benar,
sesungguhnya Rabb-nya selalu melihatnya. (QS. Al-Insyiqaq/84: 1-15)
* * *
Allah Ta'ala berfirman, إِذَا السَّمَاء انشَقَّتْ "Apabila langit terbelah." Dan hal itu terjadi pada hari
Kiamat. وَأَذِنَتْ لِرَبِّهَا "Dan patuh kepada Rabb-nya," maksudnya
mendengar Rabb-nya dan mentaati perintah-Nya, yaitu mentaati apa yang
diperintahkan kepadanya, berupa terbelahnya ia. Dan hal itu terjadi pada hari
Kiamat. وَحُقَّتْ "Dan sudah semestinya langit itu patuh,"
maksudnya sudah selayaknya dia mentaati perintah-Nya, karena Dia Yang
Mahaagung, yang tidak dapat dihalangi dan tidak pula dapat dikalahkan, tetapi
justru yang telah menundukkan segala sesuatu, segala sesuatu menghinakan diri
kepada-Nya.
Kemudian Dia berfirman, وَإِذَا الْأَرْضُ مُدَّتْ "Apabila bumi diratakan," maksudnya
dihamparkan, dibentangkan, dan diluaskan. Dan firman-Nya, وَأَلْقَتْ مَا فِيهَا
وَتَخَلَّتْ
"Dan
memuntahkan apa yang ada di dalamnya dan menjadi kosong," yakni
mengeluarkan mayat-mayat yang berada di dalam perutnya itu sehingga bumi itu
benar-benar kosong dari mereka. Demikian yang dikemukakan oleh Mujahid, Sa'id,
dan Qatadah. وَأَذِنَتْ لِرَبِّهَا
وَحُقَّتْ
"Dan patuh kepada Rabb-nya, dan sudah semestinya
bumi itu patuh, (pada waktu itu manusia akan mengetahui akibat
perbuatannya)." Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya.
Dan firman Allah Ta'ala, يَا أَيُّهَا الْإِنسَانُ إِنَّكَ
كَادِحٌ إِلَى رَبِّكَ كَدْحاً "Hai
manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja sungguh-sungguh menuju Rabb-mu,"
Maksudnya, kamu pasti akan berusaha berjalan menuju Rabb-mu dan berusaha
melakukan suatu perbuatan, فَمُلَاقِيهِ "Sehingga kamu pasti akan menemui-Nya."
Kemudian kamu akan menemui kebaikan atau keburukan yang telah kamu kerjakan.
Ada beberapa orang yang mengembalikan dhamir (kata ganti) itu kepada
firman-Nya: رَبِّكَ yaitu sehingga kamu pasti akan menemui-Nya, artinya Dia
akan memberikan balasan atas perbuatanmu itu seraya mengganjar usahamu. Berdasarkan hal
itu, maka kedua pendapat tersebut sejalan.
Selanjutnya,
Allah Ta'ala berfirman: فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ.
فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَاباً يَسِيراً
"Adapun
orang yang diberikan kitabnya dari
sebelah kanannya, maka dia
akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah," yakni dengan mudah tanpa
kesulitan apa pun. Dengan pengertian lain, seluruh amal perbuatannya tidak
dihisab secara mendetail, karena barangsiapa yang hisabnya dilakukan seperti
itu (mendetail), maka tidak diragukan lagi pasti dia akan binasa. Imam Ahmad
meriwayatkan dari 'Aisyah رضي الله عنها, dia berkata:
"Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ نُوقِشَ الْـحِسَابَ عُذِّبَ
'Barangsiapa yang dihisab secara mendetail, pasti dia akan
diadzab.'
Lalu kutanyakan,
(lanjut
'Aisyah): 'Bukankah Allah Ta'ala telah berfirman, فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَاباً يَسِيراً
'Maka dia akan diperiksa dengan
pemeriksaan yang mudah?' Beliau bersabda:
لَيْسَ ذَاكَ بِاحِسَابِ وَلَكِنّ ذَلِكَ
الْعَرْضُ، مَنْ نُوقِشَ الْـحِسَابَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عُذِّبَ
Bukan
itu yang dimaksud hisab, tetapi yang demikian itu hanyalah penyajian (amal
perbuatan), karena barangsiapa yang dihisab secara detail, pasti dia akan
diadzab.'"
Demikianlah
hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, dan an-Nasa-i.
Dan firman Allah
Ta'ala, وَيَنقَلِبُ إِلَى أَهْلِهِ مَسْرُوراً
"Dan
dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira."
Maksudnya, dia akan kembali kepada keluarganya di Surga. Demikian yang
dikatakan oleh Qatadah
dan adh-Dhahhak, dalam keadaan senang, karena
merasa gembira atas apa yang diberikan Allah عزّوجلّ kepadanya.
Dan firman Allah
Ta'ala, وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ وَرَاء ظَهْرِهِ "Adapun orang yang diberikan
kitabnya dari belakang" yakni dengan tangan kirinya dari arah belakang
punggungnya, di mana tangannya itu mengulur dan diberikan buku catatanya itu
kepadanya. فَسَوْفَ يَدْعُو ثُبُوراً "Maka dia akan berteriak:
'Celakalah aku.'" Yaitu kerugian dan kebinasaan. وَيَصْلَى سَعِيراً. إِنَّهُ كَانَ فِي أَهْلِهِ مَسْرُوراً "Dan dia akan
masuk ke dalam api yang menyala-nyala (Neraka). Sesungguhnya dia dahulu (di
dunia) bergembira di kalangan kaumnya (yang sama-sama kafir)." Yakni
dalam keadaan senang dengan tidak memikirkan akibat yang akan diterimanya serta
tidak juga takut terhadap apa yang akan diterimanya kelak, sehingga kegembiraan
yang sangat sebentar itu diganti dengan kesedihan yang berkepanjangan. إِنَّهُ ظَنَّ أَن لَّن يَحُورَ "Sesungguhnya dia yakin bahwa
dia sekali-kali tidak akan kembali (kepada Rabb-nya)." Artinya, dia
meyakini bahwa dia tidak akan kembali kepada Allah dan Dia tidak akan
mengembalikannya setelah kematiannya. Demikian yang dikemukakan oleh Ibnu
'Abbas, Qatadah, dan lain-lain. Kata al-huur
berarti kembali.
Allah Ta'ala
berfirman, بَلَى إِنَّ رَبَّهُ كَانَ بِهِ بَصِيراً "Yang benar, sesungguhnya
Rabb-nya selalu melihatnya." Yakni memang benar, Allah akan
mengembalikannya kelak sebagaimana Dia telah memulainya serta memberikan
balasan atas amal perbuatannya, yang baik maupun yang buruk, karena
sesungguhnya Dia Mahamelihat, yaitu Mahamengetahui lagi Mahamengenal.
QS. AL-INSYIQAAQ 15-25
Manusia mengalami proses kehidupan tingkat demi tingkat
فَلا أُقْسِمُ بِالشَّفَقِ. وَاللَّيْلِ وَمَا وَسَقَ. وَالْقَمَرِ إِذَا اتَّسَقَ.
لَتَرْكَبُنَّ طَبَقًا عَنْ طَبَقٍ. فَمَا لَهُمْ لا يُؤْمِنُونَ. وَإِذَا قُرِئَ عَلَيْهِمُ
الْقُرْآنُ لا يَسْجُدُونَ
. بَلِ الَّذِينَ كَفَرُوا يُكَذِّبُونَ.
وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا يُوعُونَ. فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ. إِلا الَّذِينَ
آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ.
Maka sesungguhnya
Aku bersumpah dengan cahaya merah di waktu senja, dan dengan malam dan apa yang
diselubunginya, dan dengan bulan apabila jadi purnama, sesungguhnya kamu melalui
tingkat demi tingkat (dalam kehidupan). Mengapa mereka tidak mau beriman? Dan
apabila al-Qur’an
dibacakan kepada mereka, mereka tidak bersujud, bahkan orang-orang kafir itu
mendustakan(nya). Padahal Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan (dalam
hati mereka). Maka beri kabar gembiralah mereka dengan adzab yang pedih. Tetapi
orang-orang yang beriman dan beramal shalih, bagi mereka pahala yang tidak
putus-putusnya. (QS. Insyiqaaq/84: 16-25)
* * *
Kata asy-syafaq berarti ufuk yang berwarna merah, baik sebelum terbitnya
matahari, sebagaimana yang dikatakan oleh Mujahid, maupun setelah terbenamnya
matahari, sebagaimana yang dikenal di kalangan para ahli bahasa. Dan dalam
kitab Shahih Muslim, dari 'Abdullah bin 'Amr رضي الله عنهما, dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم, di mana beliau bersabda:
وَقْتُ الْـمَغْرِبِ مَا لَـمْ يَغِبِ
الشَّفَقُ
"Waktu Maghrib adalah selama syafaq belum terbenam."
Firman Allah
Ta'ala, وَاللَّيْلِ وَمَا وَسَقَ "Dan dengan malam dan apa yang
diselubunginya," yakni dikumpulkan. Mengenai firman-Nya, وَاللَّيْلِ وَمَا وَسَقَ "Dan dengan malam dan apa yang
diselubunginya," Tkrimah mengatakan: "Suatu kegelapan yang
digiring apabila malam telah tiba dan segala sesuatu pergi ke tempatnya."
Dan firman-Nya, وَالْقَمَرِ إِذَا اتَّسَقَ
"Dan
dengan bulan apabila jadi purnama," Ibnu 'Abbas mengatakan: "Jika
telah berkumpul dan menempati posisi yang sama." Demikianlah yang
dikatakan oleh 'Ikrimah, Mujahid, dan Sa'id bin Jubair. Makna ungkapan mereka
itu adalah jika cahaya itu sudah sempurna dan menjadi purnama menuju kepada
malam dan apa yang diseretnya.
Dan Firman Allah
Ta'ala, لَتَرْكَبُنَّ طَبَقاً عَن طَبَقٍ "Sesungguhnya kamu melalui
tingkat demi tingkat (dalam kehidupan)." Imam al-Bukhari meriwayatkan
dari Mujahid, dia berkata bahwa Ibnu 'Abbas mengatakan: لَتَرْكَبُنَّ طَبَقاً عَن طَبَقٍ 'Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi
tingkat (dalam kehidupan),' yaitu dari satu
keadaan ke keadaan yang lain." Dia mengatakan: "Inilah Nabi kalian صلى الله عليه وسلم" Demikianlah yang diriwayatkan oleh
al-Bukhari dengan lafazh tersebut. Dan hal itu mengandung kemungkian bahwa Ibnu
'Abbas menyandarkan penafsiran tersebut dari Nabi
صلى الله عليه وسلم, seakan-akan
dia berkata: "Aku pernah mendengar hal itu dari Nabi kalian صلى الله عليه وسلم" Dengan
demikian, ucapannya, "Nabiyyukum (Nabi kalian)," dengan
menggunakan harakat dhammah dalam posisi sebagai fa'il (subyek)
dari kata qaala, dan itulah
yang lebih jelas. Wallaahu a'lam.
Dan mungkin juga
mengandung pengertian bahwa yang dimaksud dengan firman-Nya, لَتَرْكَبُنَّ طَبَقاً
عَن طَبَقٍ "Sesungguhnya
kamu melalui tingkat demi tingkat
(dalam kehidupan),"
adalah dari satu keadaan ke keadaan yang lain. Dia mengatakan: "Dan itulah
yang dimaksud dengan ungkapan, 'Inilah Nabi kalian صلى الله عليه وسلم sehingga berkedudukan marfu' (menggunakan
harakat dhammah), dengan pengertian bahwa kata haadzaa dan Nabiyyukum
berkedudukan sebagai mubtada' dan khabar. Wallaahu a'lam.
Hal itu
diperkuat oleh qira’at 'Umar, Ibnu Mas'ud,
Ibnu 'Abbas serta penduduk Makkah dan Kufah secara keseluruhan[1]:
litarkabanna, yaitu dengan menggunakan harakat fat-hah pada huruf ta
dan ba.
Dan mengenai
firman-Nya, لَتَرْكَبُنَّ طَبَقاً عَن طَبَقٍ "Sesungguhnya kamu melalui
tingkat demi tingkat," Ibnu Ab'i Hatim meriwayatkan dari asy-Sya'bi,
dia mengatakan: "Engkau akan naik, hai Muhammad, langit demi langit."
Demikian itu yang diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, Masruq, dan Abul 'Aliyah, طَبَقًا عَن طَبَقٍ
yang
berarti langit demi langit.
Aku bertanya: "Apakah yang mereka maksudkan itu malam
Isra' Mi'raj?" As-Suddi sendiri mengatakan, لَتَرْكَبُنَّ طَبَقاً عَن طَبَقٍ "Sesungguhnya kamu melalui
tingkat demi tingkat," amal perbuatan orang-orang sebelum kalian, satu
kedudukan kepada kedudukan yang lain. Dapat saya katakan, seolah-olah dia
menghendaki pengertian hadits shahih:
لَتَرْكَبُنَّ سُنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ
حَذْوَ الْقُذَّةِ بِا لْقُذَّةِ لَوْ دَخَلُوا فِي جُحْرَ ضَبٍّ
"Sesungguhnya
kalian akan menjalankan sunnah-sunnah orang-orang sebelum kalian sedikit demi sedikit, bahkan meski mereka
masuk ke liang biawak sekalipun pasti kalian akan memasukinya."
Para
Sahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah mereka itu orang-orang Yahudi
dan Nasrani?" Beliau menjawab: "Kalau bukan mereka siapa lagi?"[2]
Dan itu masih
mengandung beberapa kemungkinan.
Firman Allah
Ta'ala, فَمَا لَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ. وَإِذَا قُرِئَ
عَلَيْهِمُ الْقُرْآنُ لَا يَسْجُدُونَ "Mengapa mereka tidak mau
beriman? Dan apabila al-Qur-an dibacakan kepada mereka,
mereka tidak bersujud." Maksudnya, apa yang menghalangi mereka untuk
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta hari akhir? Dan mengapa pula ketika
dibacakan kepada mereka ayat-ayat dan firman-firman Allah, yang ia tidak lain
adalah al-Qur’an ini, tidak mau bersujud untuk memberikan pengagungan dan
penghormatan?
Dan firman-Nya, بَلِ الَّذِينَ كَفَرُواْ يُكَذِّبُونَ "Bahkan orang-orang kafir itu
mendustakannya," yakni di antara watak mereka adalah mendustakan,
membangkang, dan menolak kebenaran. وَاللَّهُ أَعْلَمُ
بِمَا يُوعُونَ
"Padahal Allah mengetahui apa yang
mereka sembunyikan (dalam hati mereka)." Mujahid dan Qatadah
mengatakan: "Mereka menyembunyikan di dalam hati mereka." فَبَشِّرْهُم بِعَذَابٍ
أَلِيمٍ "Maka beri
kabar gembiralah mereka dengan adzab yang pedih?" yakni beritahukanlah hai
Muhammad, kepada mereka bahwa Allah عزّوجلّ telah menyiapkan bagi mereka adzab yang
sangat pedih.
Dan firman Allah
Ta'ala, إِلَّا الَّذِينَ آمَنُواْ وَعَمِلُواْ الصَّالِحَاتِ "Tetapi orang-orang yang beriman
dan beramal shalih," yang demikian itu merupakan bentuk pengecualian
terputus (istitsna' munqathi), artinya, tetapi orang-orang yang beriman,
yaitu dengan sepenuh hatinya dan beramal shalih, yaitu dengan anggota tubuhnya,
لَهُمْ أَجْرٌ "Bagi mereka pahala,"
yakni di alam akhirat, غَيْرُ مَمْنُونٍ
"Yang
tidak putus-putusnya." Ibnu 'Abbas mengatakan: "Yakni, tidak
dikurangi." Sedangkan Mujahid dan adh-Dhahhak mengatakan: "Yaitu,
tidak terhitung." Dan perpaduan antara
kedua pendapat itu bahwa pahala itu tiada putus-putusnya.[]
No comments:
Post a Comment